Kabupaten Kepulauan Talaud
Headlines News :
Home » » 32 hari di Las Palmas (Pulau Miangas) dan Manado

32 hari di Las Palmas (Pulau Miangas) dan Manado

Written By Unknown on Minggu, 10 Agustus 2014 | 15.49

32 hari di Las Palmas (Pulau Miangas) dan Manado
Oleh: Mahasiswa UI KKN DI Miangas

Pulau Miangas yang dahulu bernama Las Palmas terletak di sebelah utara Indonesia dan merupakan bagian dari kabupaten Talaud, yang sekitar beberapa tahun lalu terpisah dengan Kabupaten Sangir Talaud. Pulau ini merupakan suatu kecamatan khusus yang dipimpin oleh Camat, namun di dalam pulau tersebut juga terdapat desa yang dipimpin oleh Kepala Desa. Kekhususan tersebut terletak dengan adanya kecamatan dan desa yang terdapat dalam satu Pulau tersebut.
Berhubung Pulau tersebut adalah daerah perbatasan di negara Republik Indonesia, maka diberikan suatu perhatian khusus dari pemerintah, dengan adanya beberapa bantuan dan kunjungan yang dilakukan baik dari tingkat Kabupaten maupun Provinsi Sulawesi Utara. Pulau ini memiliki beberapa pantai yang mengelilinginya yakni Pantai Lobo (disekitar dermaga, tempat kapal-kapal merapat), Pantai Racuna, yang terletak di sekitar Pos AL, Pantai Manami dan Pantai Peret, di sebelah barat Pulau Miangas, dan Pantai Merah yang terletak di sebelah utara Pulau tersebut.
Seluruh pantai tersebut belum pernah dijamah atau diolah menjadi tempat wisata. Listrik di Pulau Miangas diaktifkan hanya dalam kurun waktu 6 jam setiap harinya yakni berkisar dari pukul. 17.30 WITA – 24.O0WITA. Sekitar tahun 2003 terdapat beberapa bantuan berupa kapal-kapal kecil yang ditujukan kepada para nelayan, namun saat ini menurut informasi dari beberapa penduduk kapal-kapal tersebut telah dijual. Pada tahun 2007 terdapat bantuan berupa Genset yang masih dalam keadaan baru (menurut pengakuan Pemerintah tingkat Kabupaten), namun oleh penduduk sendiri terdapat issue bahwa genset tersebut telah ditukar karena mereka menemukannya dalam keadaan yang tidak baru lagi, sehingga saat ini listrik tak jarang mati pada saat seharusnya waktu yang telah ditentukan untuk listrik hidup.
Berbagai masalah timbul sejak pulau ini menjadi salah satu gerbang utama di Indonesia yang menyebabkan Pemerintah memberikan bantuan penuh ataupun perhatian khusus pada masyarakat. Di Pulau ini terdapat 4 sekolah yakni TK PAUD, SDN Miangas, SMPN Miangas, dan SMKN 2 Talaud dengan spesifikasi pendidikan kelautan. Pendidikan SMK hanya memiliki spesifikasi tentang Ilmu kelautan sehingga setelah tamat SMP, setiap anak yang akan melanjutkan pendidikan yang tidak sesuai dengan ilmu kelautan harus melanjutkan pendidikan keluar pulau, atau menetap di pulau dan menganggur.
Namun beberapa anak di pulau ini sangat tertarik untuk mengikuti tes Angkatan Laut dan tes Akademi Polisi. Walaupun dalam kenyataannya kehidupan untuk meminum minuman keras bukan merupakan hal yang tabu di pulau ini, beberapa anak-anak yang ingin mengikuti tes AKPOL dan AL, tetap menjaga tubuhnya untuk terhindar dari rokok dan minuman keras untuk menjaga kesehatan dalam tes kesehatan yang akan mereka lalui. Setiap permasalahan pidana maupun perdata dapat diselesaikan secara kekeluargaan dan bisanya melalui Mangkubumi.
Mangkubumi ialah seorang berusia di atas 50 tahun yang ditunjuk oleh masyarakat setempat untuk mengurus setiap permasalahan adat di dalam pulau tersebut, namun tak jarang juga jika peristiwa pidana juga diselesaikan dengan bantuan Mangkubumi. Di pulau tersebut terdapat dua mangkubumi. Pulau ini memiliki penduduk yang mayoritas Kristen Protestan. Adapun bangunan dan kantor yang terdapat di pulau ini adalah Pos Angkatan Laut dan Darat, Kantor Polisi Resort Miangas, Puskesmas, Kantor Camat, Gereja, Mushola di sekitar Pos AL, Kantor Dinas Kesehatan, Kantor Pajak dan Bea Cukai, Departemen Hukum dan Ham dan Kantor Imigrasi.
Pukul 13.30 WITA, setelah kami semua berfoto dengan para pejabat setempat, kami pun melanjutkan perjalanan kami menuju kota Bitung, dimana kapal Republik Indonesia yang bernama Teluk Cendrawasih kami menunggu untuk membawa kami ke Pulau Miangas. Kami berjalan dengan 5 buah bus TNI AL yang berjalan beriringan dengan mobil dengan sirine di depan kami, layaknya pejabat yang sedang berjalan di sepanjang jalan Manado menuju Kota Pelabuhan Bitung.
Perjalanan menuju kota Bitung kami tempuh selama 45 menit. Aku bertanya banyak dengan bapak supir bus tersebut. Diantaranya mengenai daerah-daerah yang terdapat di Sulawesi Utara dan sekitarnya, maklum rasa keingintahuanku terhadap kota yang baru pertama kali kukunjungi ini sangat besar.
Aku diterangkan mengenai kota Bitung, Manado dan letak Bunaken yang tak jauh dari kota tersebut, kota Tomohon, kabupaten Bolmon, Danau Tondano, dan objek wisata Bukit Kasih tempat beberapa tempat peribatan dari lima agama yang diakui di Indonesia. Bapak supir ini adalah orang Jawa Timur yang sudah sembilan tahun tinggal di Manado.
Dalam perjalanannya ia sangat menikmati tinggal di kota ini. Aku melihat-lihat di sekitar, seperti sedang jalan melintas dari Medan ke kota Pematang Siantar, banyak kelapa (kalau di Siantar kelapa sawit), dan juga rumah-rumah adat Minahasa yang sangat khas, dengan panggungnya. Aku tiba di kota Bitung dan melihat betapa sejuknya kota ini dan sangat bersih, aku melihat ada penghargaan adipura yang diterima kota ini tapi tidak jelas tahun berapa yang tertera dalam tugu penghargaan tersebut. Aku melihat Kejaksaan Negeri Bitung dan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Perikanan Bitung, tempat yang selama ini hanya ada dalam imajinasi research ku dalam lomba peradilan semu di Trisakti kasus Money Loundring dengan tindak pidana awal Illegal Fishing tahun lalu, dan sekarang aku berada persis dihadapan kejaksaan dan pengadilan tersebut.
Tak lama kemudian kami telah sampai di Pelabuhan Bitung, dan kami segera menurunkan barang – barang dari bus TNI AL untuk diangkut ke dalam KRI Teluk Cendrawasih. Namun sebelum itu, kami beristirahat sejenak dan aku sempat berbincang dengan Bapak-bapak petinggi-petinggi TNI AL, mereka sangat antusias berbincang masalah pertahanan dan keamanan dan mumpung aku juga punya spesifikasi pendidikan Hukum jadi mereka juga dapat berbincang dengan nyaman. Setelah mengambil beberapa gambar akhirnya aku berpisah dengan mereka dan bergabung kembali dengan kelompok Sam Ratulangi dan mengambil beberapa gambar di sekitar dermaga yang menuju ke arah Tugu Yos Sudarso.
Sebelum kami memasuki kapal, kami mendengarkan arahan dari dosen dan bapak komandan TNI AL yang mengepalai kami berlabuh menuju Pulau Miangas mengenai setiap peraturan yang terdapat selama kami berada di dalam kapal. Perjalanan kami mulai pada pukul. 15.00 WITA dan kami memasuki ruangan tempat kami akan menginap malam ini yakni Ruang Kesehatan Kapal. Ruangan ini sangat bersih dan satu-satunya kamar mandi untuk wanita yang terdapat di kapal ini ialah terdapat di ruangan ini, sungguh beruntungnya kami. Karena begitu gerahnya, aku dan temanku AJ, langsung menuju kamar mandi dan berniat mandi dengan kramas rambut, namun setelah kami keramas, airpun mati, serentak seluruh wanita merasa kesal dengan kami, karena setelah kami menghabiskan air, lalu mereka tidak dapat mandi atau mencuci wajah lagi, hihi,,nakalnya,,, first mistake,,tapi tidak masalah, karena memang teman-teman kami yang lain juga tidak terlalu menyalahkan kami, karena kami juga tidak tahu kalau air akan mati.
Semalam di kapal yang lumayan goyang karena ombak membuatku merasa petualangan ini semakin terasa menyenangkan. Ah, kami menikmati setiap perbincangan yang mengeratkan kami satu sama lain. Setiap guyonan yang kami perbincangkan mengenai topik ” Nikahi saya” yang berawal dari cerita ada seorang Muslimah yang mengikuti ospek fakultas sedang pergi ke sebuah kamar mandi di Mushola di Mesjid UI, kemudian secara tak sengaja seorang pria Muslim membuka pintu kamar mandi yang tak dikunci tersebut, dan tak sengaja melihat tubuh si Muslimah tersebut, lalu Muslimah mengatakan, ”Nikahi saya”, ini lah yang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal selama kami di dalam kapal.
Setelah cerita itu, terbentuklah suatu ide untuk membuat suatu kelompok Biro Jodoh di Pulau Miangas, dengan berbagai strategi penyerangan yang telah disusun guna melancarkan setiap program penjodohan setiap individu, namun individu harus mendaftar terlebih dahulu.
Haha,, hanya becandaan, namun dapat menyihir seluruh peserta K2N UI untuk tertawa dan menjadi guyonan atas program ini. Sampai malam kami berbincang-bincang, diperkirakan kami akan sampai di Pulau Miangas dalam 19 jam perjalanan yakni sekitar pk. 14.30 WITA.
Kamis, 16 Juli 2009
Keesokan harinya, aku bangun pagi dan langsung buru-buru mengantri kamar mandi untuk mandi, berhubung kamar mandi untuk wanita hanya ada satu di kapal tersebut. Namun karena masih menunggu antrian, temanku Ao mengajakku keluar kamar menuju haluan kapal untuk melihat sun rise di luar kapal. Aku menaiki tangga dan menuju ke haluan kapal, dan betapa indahnya pemandangan di luar.
Deruan ombak berlomba-lomba di sekitar kapal yang kunaiki, kicauan burung-burung kecil yang terbang di sekitar kami, dan langit biru kekuningan dengan matahari yang mulai menampakkan batang hidungnya di sebelah timur. Kami memandang di tengah-tengah angin yang begitu kencang dan menghempas rambut kami.
Sekitar 20 orang mahasiswa juga menatap dan terdiam di beberapa sudut haluan kapal tersebut, dan beberapa kami yang berkumpul di satu sudut yang sama berbincang dan menikmati betapa mahalnya perjalanan kami ini dan betapa berharganya pengalaman kami ini sepanjang hidup kami. Dalam perbincangan kami juga terdapat selentingan bahwa untuk menyebrangkan kami sampai ke Pulau Miangas, biaya operasional berserta bahan bakar yang disumbangkan oleh TNI AL melalui KRI Teluk Cendrawasih adalah seharga Kijang Inova untuk sekali berlabuh.
Wah, lumayan besar biayanya, dan itu adalah sumbangan dari TNI AL buat kami. Ckck,,terimakasih Tuhan buat setiap tangan-tangan yang ringan untuk membantu program K2N UI ini.
Setelah seharian full kami berfoto menikmati lautan luas, dan berbincang-bincang di tengah teriknya matahari, kami pun bersiap-siap untuk TurĂ­n dari papal karena sebentar lagi papal akan merapat, dan Pulau Miangas telah tampak dari kejauhan. Hmmmh, Sangat mempesona, pulau ini terletak di tengah-tengah lautan luas dan tak ada satu pulau lainpun yang mengapitnya secara berdekatan, kecuali ada satu pulau kecil yang dinamakan Tanjung Wora yang konon dulu bersatu dengan Pulau Miangas.
Namur akhirnya terpisah karena peristiwa alam. Kami melihat dari kejauhan dan sungguh indah pemandangan yang kami lihat tersebut. Namur setelah satu jam kami berputar-putar mengitari pulau dan mencari waktu yang tepat untuk bersandar, kami belum juga merapat, mungkin sekitar 45 menit lagi baru merapat, padahal kami telah Siap dengan barang-barang kami untuk Turun menuju Pulau tersebut. Akhirnya sembari kami berputar-putar, ternyata di haluan bawah kapal terdapat beberapa awak kapal berserta murid-murid SMP dan SMK yang berasal dari Manado yang ingin berkunjung ke Miangas dalam waktu yang singkat dan kebetulan bersama dengan kami berangkat Sejakj kemarin, sedang bernyanyi atau karokean dengan riangnya.Lanjutan Artikel
Share this post :

Posting Komentar

 
Template Created by Creating Website Published by Evert Sandye Taasiringan
Proudly powered by Blogger