Kabupaten Kepulauan Talaud
Headlines News :
Home » , , » Kepemimpinan di Daerah Perbatasan

Kepemimpinan di Daerah Perbatasan

Written By Unknown on Minggu, 10 Agustus 2014 | 15.19

Kepemimpinan di Daerah Perbatasan



 Oleh: Kolonel GADANG PAMBUDI (Lemhanas)


Kepemimpinan merupakan fenomena kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang berpengaruh terhadap perkembangan corak dan arah kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan. Kepemimpinan juga merupakan salah satu fungsi yang dapat mendorong terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional. Sebagai seorang pemimpin yang ideal dari suatu organisasi, kelompok maupun negara harus mampu menampung seluruh kepentingan dari masyarakat yang dipimpinnya serta dapat melihat perkembangan yang terjadi di lingkungannya.  Oleh karena itu kepemimpinan mempunyai tanggung jawab yang cukup berat untuk dapat mengelola organisasi, kelompok maupun negara untuk mencapai terwujudnya cita-cita nasional.

Kepemimpinan nasional saat ini sedang mengalami situasi yang cukup sulit dimana kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia pada saat ini cukup memprihatinkan yang diakibatkan akumulasi permasalahan masa lalu. Permasalahan tersebut merupakan akumulasi dari sebuah proses yang panjang. Krisis multidimensi, keterpurukan ekonomi, budaya praktek suap, korupsi dan makelar kasus  sudah menjadi kenyataan yang mudah didapati dalam pemberitaan akhir-akhir ini.

Di tengah hiruk-pikuk permasalahan ini, terdapat permasalahan yang cukup menguras perhatian dengan banyaknya pelanggaran hukum di wilayah perbatasan negara, khususnya di wilayah perbatasan darat. Contoh yang sering diangkat sebagai permasalahan strategis adalah di perbatasan darat RI-Malaysia yang menyangkut lemahnya penegakan hukum (law enforcement) sehingga menyebabkan banyaknya kasus pelanggaran hukum.  Penyebab lainnya adalah keterbatasan infrastruktur, komitmen danpolitical will pemerintah yang belum penuh beralih pada masalah perbatasan.

Pelanggaran hukum pada prinsipnya sangat bertolak belakang dengan faham Pancasila dan kaidah agama apapun yang ada di Indonesia. Namun secara kelembagaan hal tersebut merupakan permasalahan dan tanggung jawab para pelaku kepemimpinan nasional sebagai pemangku amanah rakyat untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya pelanggaran hukum di wilayah perbatasan. Permasalahan di wilayah perbatasan memang sangat kompleks dan rumit. Permasalahannya meliputi berbagai aspek kehidupan idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga solusi yang disiapkan juga harus komperhensif dan dapat menyelesaikan akar permasalahan.

Wilayah Perbatasan dan Penegakkan Hukum.         
Berbicara tentang wilayah perbatasan, kita tidak berbicara tentang ruang kosong, sehingga perhatian tertuju hanya pada faktor statis seperti batas wilayah. Wilayah perbatasan adalah wilayah geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, dengan penduduk yang bermukim diwilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosio-ekonomi, dan sosio-budaya dengan cakupan wilayah administratif tertentu setelah ada kesepakatan antar negara yang berbatasan.

Wilayah perbatasan memiliki substansi politik, ekonomi dan pertahanan atau militer. Dengan demikian penanganan perbatasan bersifat multidepartemental, sehingga tidak dapat dipecahkan hanya dari pendekatan parsial. Penanganan perbatasan tidak akan selesai dengan hanya mengedepankan pendekatan pertahanan  semata, demikian pula sebaliknya. Substansi wilayah perbatasan menyangkut ruang spasial, manusia dan sumber daya nasional.

Kondisi wilayah perbatasan Indonesia umumnya merupakan wilayah tertinggal, terisolasi dari pusat-pusat pertumbuhan. Akibatnya masyarakat di wilayah perbatasan umumnya tergolong masyarakat yang miskin dengan tingkat pendidikan dan kesejahteraan berada pada kategori rendah. Ketertinggalan kawasan perbatasan juga berimplikasi terhadap pengelolaan sumber daya alam yang dimilikinya menjadi tidak terkontrol, rentan terhadap penyalahgunaan dan kegiatan illegal baik yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia maupun oleh aktor dari negara lain. Hal ini sangatlah benar dikarenakan sulitnya perkembangan atau peningkatan kesejahteraan (prosperity) di daerah perbatasan sehingga berpengaruh pada peningkatan keamanan (security) .

Lemahnya pengawasan di daerah perbatasan (termasuk pulau-pulau kecil terdepan) dengan negara lain mengakibatkan sering dipilihnya daerah tersebut untuk menjadi jalur keluar masuk teroris baik dari dalam ke luar negeri dalam upaya melarikan diri, maupun dari luar negeri ke dalam negeri dalam upaya melakukan aksi kejahatan di dalam negeri. Selain itu daerah ini sering dijadikan jalur perdagangan/jual beli senjata gelap, salah satu contoh adalah jalur di sekitar  pulau Miangas sebagai pulau terdepan di utara Indonesia yang berbatasan langsung dengan Fillipina yang memiliki potensi kerawanan baik internal maupun eksternal.

Dari aspek internal, masyarakat Miangas yang bermukim di perbatasan dengan tingkat kesejahteraan yang rendah akan berpengaruh pada tingkat kesadaran nasional (nasionalisme). Dari aspek eksternal, Pulau Miangas merupakan wilayah terbuka bagi pihak luar untuk masuk ke wilayah NKRI maupun bagi warga negara Indonesia untuk keluar, sehingga sering disinyalir  Miangas dan perairannya merupakan salah satu jembatan keluar masuk teroris ke Indonesia.

Dengan keadaan seperti yang tergambar diatas, sangatlah jelas bahwa daerah perbatasan sangat membutuhkan perhatian. Kurangnya perhatian ini menciptakan suasana kondusif bagi para pelaku kejahatan untuk menggunakan daerah perbatasan tersebut sebagai 'daerah persiapan' atau 'daerah awal' dalam merencanakan kegiatan mereka. Dengan adanya pelanggaran hukum di daerah perbatasan ini, yang merupakan suatu kegiatan yang sudah menjadi kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia, tentunya dapat menghambat kepemimpinan nasional dalam mengupayakan tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Kepemimpinan Nasional
Kepemimpinan nasional yang ditinjau secara historis merupakan suatu alur sejarah peradaban manusia Indonesia karena istilah nasional dalam kepemimpinan nasional adalah tidak lain merupakan kepemimpinan bangsa Indonesia atau NKRI. Berdasarkan sejarah dan proses lahirnya para pemimpin nasional yang bertugas menjalankan kepemimpinn nasional adalah dimulai dari munculnya kepemimpinan daerah maupun lokal yang kemudian berkembang dan mengalami peningkatan menjadi kepemimpinan nasional.

Hampir bisa dipastikan tidak ada kepemimpinan nasional yang serta merta muncul tanpa didahului proses dari kepemimpinan daerah atau lokal. Dengan demikian kepemimpinan nasional yang muncul dari tingkat daerah terlebih dahulu sebelum menjadi pelaku kepemimpinan nasional tentunya sudah memahami persoalan di daerah perbatasan dihadapkan dengan ancaman dan kerawanan-kerawanan terjadinya aksi-aksi kejahatan. Hal ini menjadi modal utama para pelaku kepemimpinan nasional untuk dapat merencanakan dan mengeluarkan kebijaksanaan terhadap daerah-daerah perbatasan yang berhubungan dengan upaya penegakkan hukum di daerah tersebut.

Walaupun kepemimpinan nasional yang ada mempunyai strata yang berbeda dan bertingkat-tingkat seperti kepemimpinan nasional sampai dengan pada taraf kepemimpinan daerah di tingkat yang paling rendah, ditambah juga adanya pemberlakuan otonomi daerah, namun bukan berarti kepemimpinan nasional tidak dapat menyentuh daerah-daerah perbatasan, baik dengan cara langsung maupun tidak langsung. Dengan cara langsung ialah dengan melaksanakan peninjauan secara langsung ke daerah tersebut ataupun mengeluarkan kebijaksanaan yang berhubungan dengan daerah tersebut dalam hal ini yang berkaitan dengan penegakkan hukum, sedangkan dengan cara  tidak langsung yaitu dengan mendelegasikan wewenang ke tingkat kepemimpinan di daerah terhadap proses  program dari atas (top down) yang berhubungan dengan penegakkan hukum disertai fungsi kontrol.

Otonomi daerah yang telah dilaksanakan terkadang menjadi batu sandungan didalam menentukan kebijaksanaan pengelolaan daerah perbatasan, daerah perbatasan maupun pulau-pulau kecil terdepan. Walaupun daerah telah mempunyai otonomi daerah, namun dalam beberapa hal pusat masih mempunyai hak dan tanggung jawab dalam pelaksanaan aspek-aspek/bidang tertentu seperti masalah pertahanan dan masalah keamanan, contohnya daerah perbatasan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Terkadang tarik ulur masalah pengembangan daerah perbatasan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi suatu permasalahan yang hanya dipisahkan oleh lemahnya "komunikasi" antara pusat dan daerah serta permasalahan otonomi daerah. Masalah pertahanan dan keamanan tentunya sangat berpengaruh terhadap sepak terjang para pelaku kejahatan di daerah perbatasan. Dengan adanya perhatian pelaku kepemimpinan nasional terhadap masalah pertahanan dan keamanan di daerah perbatasan secara otomatis akan menciptakan suasana yang kondusif dalam rangka penegakkan hukum di daerah perbatasan

Salah satu peran kepemimpinan nasional di daerah perbatasan yang dapat mencegah terjadinya pelanggaran hukum adalah peran dari kepemimpinan informal. Sesuai dengan pengertian kepemimpinan nasional, disebutkan bahwa kepemimpinan informal merupakan itu merupakan bagian dari sistem kepemimpinan nasional. Keberadaan kepemimpinan informal sangat dibutuhkan dalam rangka mempengaruhi dan menyebarkan pengertian-pengertian tentang penegakkan hukum  terutama di daerah-daerah perbatasan. 


Share this post :

Posting Komentar

 
Template Created by Creating Website Published by Evert Sandye Taasiringan
Proudly powered by Blogger